Journey of Kita Wisuda 2
Berbekal
sedikit banyak pengetahuan mengenai bahan dan kain, kemudian saya berkeliling
kota Purwokerto mengunjungi semua toko bahan dari satu toko ke toko lain demi
mencari toko yang menurut saya harganya paling murah namun tetap berkualitas.
Saya mendatanginya satu-persatu, masuk, dan melihat-lihat tumpukan bermacam bahan
yang bergulung-gulung. Dengan demikian, di kepala saya sudah tersimpan database
berbagai toko bahan/tekstil di Purwokerto, dari yang biasa sampai yang luar biasa.
Entah
mengapa melihat tumpukan bahan tersebut membuat perasaan senang. Bahan yang
menumpuk dan berwarna-warni, ataupun berantakan tidak tertata rapi, dan justru
semakin menumpuk menjulang tinggi, maka itu semakin menyenangkan saya. Saya
menatap gulungan bahan dan aroma bahan tersebut yang tercium sungguh melegakan.
Saya selalu bersemangat ketika tiba saatnya mengunjungi toko bahan langganan untuk
berbelanja kebutuhan produksi Kita Wisuda.
“Mas
ko kayaknya sering bolak balik kesini apa ya? Emang bikin apa sih mas? Buat
jualan apa emangnya mas?”.. sampai para karyawan toko bahan pun lama-kelamaan
hafal dengan air muka saya, mungkin karena frekuensi kunjungan saya yang cukup
sering. (meski tidak tahu siapa namanya, hehee) baik yang tua maupun muda, baik
laki maupun perempuan, sesekali mengajak bercanda, dan bahkan sampai pada titik
langsung bisa menebak mengenai bahan jenis apa yang dibutuhkan ketika saya datang.
“cari bahan itu lagi ya mas?. kemarin emang kurang ya mas?,” mereka berkata
demikian tanpa harus ditanya lagi mengenai bahan apa yang saya cari. Hal itu
cukup menggelikan sekaligus menghibur. wkwkwkkk.
“Mas
mending beli bahannya sekaligus banyak aja biar ga repot bolak balik kesini
buat beli lagi, kan sayang waktu, bensin ma tenaganya abizz?”. Saya diam saja
sambil tersenyum dikasih saran itu. Sebenarnya karyawan itu ada benarnya juga, waktunya
lumayan habis di bensin, parkir, antrian potong, pembayaran, dan bla bla bla.
Hanya saja saya belum terlalu percaya diri untuk membeli banyak sekaligus,
masih mikir takut mubadzir dan ga laku. Disamping modal pun belum cukup juga.
wkwkkwk.
Tapi
faktor paling utama saya tidak memborong adalah karena saya bingung entar
ditaruh dimana lagi gulungan bahan tersebut di kamar kos saya yang saat itu pun
sudah penuh ga karuan.. haha. Nanti mau dimana lagi tidurnya?.
Sampai
pada titik tertentu, salah satu karyawan toko bahan tersebut mengatakan hal
seperti ini. “mas jarang2 lho, ada yang beli bahan cuman setengah meter atau
satu meter. dari sekian banyak pengunjung toko untuk membeli bahan, Cuma mas
nya yang beli ngirit2 kaya gini?. yang lain biasanya beli pis pisan langsung
borongan sekalian”, saya seperti tersindir mendengarnya sekaligus merasa ga
enak. Entah itu memang berniat menyindir atau sekedar basa basi saja, tapi saya
tidak terlalu peduli.
Satu
hal pasti, sepertinya memang cuman saya yang mau repot untuk bolak-balik ke
toko membeli bahan yang sama karena belinya selalu ngirit, paling semeter, 2
meter. Paling banyak mungkin hanya 10 meter, boro-boro pis-pisan yang sampai
ratusan meter. wkwkwkwkk. Memang saya sering menemui di pabrik tekstil,
orang-orang yang keliatannya adalah juragan-juragan, kadang mereka datang
beserta anak buahnya, yang menarik adalah jumlah pembelian bahannya begitu
mencengangkan. Bahkan untuk memotong dan menghamparkan bahannya saja perlu
banyak karyawan untuk melakukannya. Waduh, seketika saya langsung tidak berdaya
dan merasa payah menyaksikan pemandangan itu.
Tapi
saya selalu menikmati momentum membeli keperluan bahan tersebut, ada perasaan
yang sulit untuk digambarkan ketika saya melangkah ke toko, memilih dan
menunjuk bahan yang dibutuhkan, mencium aroma bahan yang begitu khas menurut
saya, kadang hanya melihat bahan itu diukur dan dipotong oleh karyawan toko pun
cukup menyenangkan saya. Sampai saya pulang membawa bahan untuk nantinya diteruskan
kepada penjahit, dengan mengendarai motor hitam yang penuh sejarah. (sekarang
sudah mogok dan udzur, hik hik). Saya kira proses itu saya nikmati semua.
To
be Continued...
Posting Komentar untuk "Journey of Kita Wisuda 2"