Ketika Pejuang Toga Wisuda Didukung orang-orang Tercinta - Kita Wisuda (Produk & Jasa)
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ketika Pejuang Toga Wisuda Didukung orang-orang Tercinta

 Skripsi Salsa


“Kalau bab lima kamu nggak beres-beres, berarti memang ada masalah di dalam skripsi kamu. Jalan terakhir cuma ada satu, kamu harus ganti judul dan ngulang dari awal!”

Itu adalah ucapan paling horor yang baru aku dengar beberapa menit lalu, tepat setelah bangun tidur. Aku yang sedang berpura-pura menjadi ulat bulu di atas kasur, mendadak berubah menjadi buaya yang keras dan berbahaya. 

Pak Budiman, beliaulah yang meneleponku berkenaan dengan skripsi. Aku memang belum memberikan revisian bab limaku kepadanya. Kukira, bab lima adalah bab paling mudah yang bisa kukerjakan kapan saja. Namun saat sudah selesai, malah banyak hal yang harus diubah. Tentu saja, revisian itu membuat aku bingung. Apa yang harus kutuliskan? Semua hal yang dia anjurkan sudah diselesaikan. Namun tetap saja, bab lima menjadi bab pamungkas dan paling lama mendapatkan ACC.

Aku menggeliat dari atas kasur. Berbarengan dengan hal tersebut, ada ketukkan pintu di pintu kamar kosku.  Aku berjalan lemah, lantas membuka pintu.

“Hai ….” 

Dia Adli, kekasihku. Orang yang berjanji akan menemaniku membuat skripsi dari awal. Boro-boro nemenin, nanyain saja tidak. 

“Ngapain ke sini? Bukannya lupa sama aku? Sudah beberapa bulan ini kamu nyuekin aku! Kamu ngebiarin aku pusing sama skripsi!” Aku melotot karena kesal. “Mau ngajak jalan? Nggak ada jalan-jalan. Hari ini aku mau fokus ngerjain revisian.”

Ucapanku ditanggapi dengan tawa. “Siapa yang mau ngajak jalan? GR banget!” 

 “Terus mau ngapain?” tanyaku ketus.

“Mau bantuin kamu ….” Dia nyelonong masuk ke dalam kosan. Dia duduk di kursi plastik yang biasanya dipakai untuk belajar. “Aku juga bawa amunisi yang banyak buat kamu.”

Aku melihat Adli mengeluarkan satu plastik besar makanan dari dalam tas. Pantas saja tasnya melendung kayak orang hamil. Ternyata dia membawa berbagai camilan.

Setelah menyimpan makanan di atas meja, dia berdiri lagi, kemudian menatapku dalam. Aku yang sudah berburuk sangka kepadanya, mendadak menyesal. Ternyata kedatangannya justru untuk mendukungku. “Salsa …..” Dia mengelus wajahku. “Kamu pikir, aku nggak peduli sama kamu? Sejak berkomitmen untuk bisa wisuda bareng, aku nggak pernah lepas mikirin kamu. Sengaja aku biarin kamu ngerjain skripsi sendirian beberapa bulan ini, karena aku yakin kamu bisa. Buktinya, kamu sudah menyelesaikan skripsi sampai sejauh ini kan?”

“Nggak!” Aku mendelik sebal. “Aku ngambek!”

“Cup, cup …..” Adli tertawa seperti anak kecil. “Kamu jangan marah ya? Sini aku peluk. Aku janji, mulai sekarang, aku akan bantu support kamu. Kalau perlu bawa ondel-ondel ke sini, aku jabanin!”

Leluconnya garing, tetapi ucapannya membuatku lega. Dia memang selalu membuatku kesal, tetapi entah kenapa, aku tidak memiliki alasan kuat untuk marah lama-lama. Yang penting, dia ada di sini. Dia berniat untuk membantuku. 

Pelukan Adli begitu hangat. Sicuek bebek ini ternyata bisa perhatian. Setidaknya, dia datang di waktu yang tepat sebelum aku bunuh diri karena kehabisan cara. 

Aku dan Adli berada dalam satu angkatan dan satu jurusan yang sama di Sastra Inggris. Adli membahas proses pembelajaran bahasa inggris secara jarak jauh. Sementara aku satu-satunya orang yang memilih menganalisis aspek psikologi di salah satu novel karya Stephen King. Karena itu pula, proses pembuatan skripsi ini bikin mandek, apalagi aku tidak punya teman sharing.

Setidaknya, pacarku masih ingat bahwa masih ada aku yang terseok-seok. Aku yang katanya akan dinikahi setelah beres wisuda. Ya, semoga tidak bohong. Itu merupakan salah satu impianku sejak dulu. 

Proses pengerjaan skripsi itu terus berjalan. Dari pagi, siang, sore, sampai malam. Sudah makan camilan, mie rebus, nasi uduk, minum jus, bahkan sudah menangis. Untungnya, Adli ada. Dia memelukku, bahkan kadang-kadang membanyol supaya aku tertawa.

Apakah skripsiku akan benar-benar beres di gelombang satu? Aku benar-benar ingin wisuda di tahun ini. Seperti janji Adli, dia akan menikahiku jika kami berhasil lulus bersama-sama. Adli mungkin terlihat jahat. Untuk menikah saja, dia harus memberikan syarat yang sulit. Namun bagiku, itu adalah salah satu hal yang bisa membuatku berjuang lebih keras. Cinta memang butuh perjuangan, bukan?

***

Saat ini, aku sedang berdiri di di depan semua wisudawan. Bukan sebagai peserta biasa, tetapi sebagai mahasiswa terbaik di angkatanku. Aku meraih IPK tertinggi yaitu 3.98. Tentu saja, aku mendapatkan kesempatan untuk bisa berbicara di hadapan banyak orang, termasuk orangtua, pacar, juga dosen-dosen yang selalu mendukung.

Senang? Jelas. Sebab perjuanganku dalam proses skripsi, sidang, revisi akhir, hingga saat ini, tidaklah mudah. Di awal-awal, judul skripsiku sudah dikecam habis, bahkan di-bully. Beberapa orang bilang, “Alah, nyari judul yang biasa ajalah. Jangan sok-sok-an nyari judul yang beda dari yang lain. Toh ujung-ujungnya lulus juga!”

Namun, aku selalu percaya dengan apa yang kupilih. Aku terus menghajar sesuatu yang aku yakini. Dari awal, aku tidak ingin membuat skripsi yang asal-asalan. Aku ingin mengangkat sesuatu dari novel yang sebenanrya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. 

Tidak habis sampai sana. Setelah judulku disetujui di sidang proposal, dosenku seperti cari gara-gara. Mereka menekanku dengan berbagai hal. Definisi dosen menyebalkan ada di dalam proses pembuatan skripsi ini. Di awal-awal, aku selalu iri dengan teman-temanku yang proses ACC-nya cepat sekali. Sementara punyaku, setiap bab rata-rata di-ACC setelah sepuluh kali revisi. Kamu tahu kan, bagaimana stresnya aku?

Setelah itu, masalah datang dari keluarga yang menyuruh untuk cepat-cepat menikah dengan Adli. Boro-boro menikah. Selama proses skripsi, Adli bahkan menyuekiku. Dia selalu beralasan sibuk jika diajak ketemu. Padahal aku hanya ingin curhat mengenai proses skripsi yang berlika-liku. Ya …. Meskipun ujung-ujungnya Adli datang. Dia menemani dan mendukungku setelah aku mengerjakan proses bab lima.

 Kemudian, tidak ada hal yang lebih menakutkan selain disuruh ganti judul dan mengulang dari awal. Padahal, skripsiku tinggal satu langkah lagi. Untung saja hal itu tidak berujung nyata. Di akhir rasa tertekanku, kedua dosen pembimbing menerima hasil dari skripsi secara utuh. 

Bangga? Awalnya tidak. Aku mengira jika mereka jahat. Mereka seperti sengaja mengerjaiku. Orangtua, pacar, dosen-dosen, semua seperti bersekongkol untuk membuatku semakin gila. Namun, semua hasilnya terlihat detik ini. Hasil skripsi dan sidangku mendapatkan nilai terbesar. Akumulasi nilai dari semester awal sampai sekarang juga mendapatkan hasil maksimal.

“Terima kasih kepada seluruh orang yang telah mendukung saya. Bapak, Ibu, dosen-dosen, penguji, teman-teman, juga kekasih saya ….”

Semua orang bersorak di kursi masing-masing saat aku menyebut soal kekasih.

“Kami yang berencana untuk wisuda bareng akhirnya bisa terwujud. Berkat itu semua, kami juga bisa melanjutkan rencana untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi, pernikahan …..”

Sekarang, mulai ada jeritan dari teman-teman perempuanku. Apakah kisah cintaku bersama Adli seromantis ini? Tidak juga. Aku sempat ragu sama dia. Dia saja tega membiarkanku sendirian selama proses pengerjaan skripsi. Tapi setelah menjelaskan bahwa dirinya sengaja ingin membuatku menjadi wanita terbaik, akhirnya aku percaya. Berkat pecutan itu pula, aku berdiri di sini.

“Sekali lagi, terima kasih untuk semua yang sudah mendukungku. Semoga apa yang aku dapatkan saat ini bisa menjadi ilmu bermanfaat. Hasil skripsiku juga bisa digunakan dan menjadi referensi di dunia pendidikan. Semoga juga, teman-teman semua memiliki jalan terbaik untuk masa depan, serta seluruh cita-cita yang diharapkan bisa terwujud.”

Setelah menyampaikan sedikit pidato yang lebih mirip curhatan, aku kembali ke tempat. Di sana, tepat di sisi kursiku, Adli tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar. Mungkin dia tidak menyangka jika aku akan menyebutkan soal pernikahan kami yang akan segera dilaksanakan. Kalau memang sudah yakin, aku tidak segan-segan untuk menghargai segala komitmennya. 

Ini adalah kisah tentang lika-liku skripsi, wisuda, serta asmara. Tentu saja, perjalanan ini adalah awal. Akan banyak rintangan yang membuat aku harus berjuang lebih keras. Mungkin soal lika-liku mengejar cita-cita dalam keadaan bersuami? Yeah, tantangan itu aku ambil. Menikah bukanlah jalan akhir dalam hidup kami. Justru, pernikahan akan menjadi jalan pembuka untuk bisa mengejar cita-cita selanjutnya.

***

Posting Komentar untuk "Ketika Pejuang Toga Wisuda Didukung orang-orang Tercinta"