Mengelola Kosakata yang Seharusnya - Kita Wisuda (Produk & Jasa)
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengelola Kosakata yang Seharusnya

Banyak ungkapan lagi "in", trend, dan sering diungkapkan belakangan ini baik dunia nyata maupun maya. Kita makin lama makin akrab dengan istilah toxic, mindset, insecure, bucin, overthinking, dll, khususnya para generasi millenial.

Mungkin kamu juga salah satu yang ikut memviralkan berbagai istilah tadi. Semakin sering kita menyebutnya, otak manusia biasanya otomatis akan merefleksikannya ke diri sendiri.

Namun lebih parah, kita akhirnya sering membandingkan kehidupan kita dengan mereka yang seolah "sempurna" dan "bahagia", sedangkan kita??.. Nah biasanya dari sinilah masalah dimulai dengan segenap kosakata tadi.

Bayangkan 2 studi kasus seperti ini, si Doni selalu iri ketika melihat teman circlenya lebih unggul dari dirinya. Ia melihat betapa kerennya si Agus. Relasi luas, kenalan orang besar, akademik cadas, pacar aduhai, bicaranya lugas dan cerdas, dll.

Kemudian, Doni merasa sungguh termotivasi. Ia belajar luar biasa jedotin kepala sana-sini,. Yaph tujuannya ingin mengalahkan Agus atau minimal menyamai "levelnya".

Kasus kedua, Si Bimo yang juga dalam circle mereka tidak ambil pusing dan ignoring dengan superiornya Agus. Ia pun memiliki skill meski berbeda bidang. Dan Ia yakin with his skill bisa berbuat banyak and gonna be something one day.

The question is, Which one diantara 2 cerita diatas yang lebih bijak dan baik?.

Dan ternyata suatu hari, si Doni berhasil mencapai level Agus dengan hard worknya. In other wise, si Bimo pun berhasil mencapai achievement tertentu dibidangnya dan Ia puas untuk itu.

Kira-kira kita lebih milih jadi siapa diantara ketiga pihak ini? (Oya btw nanti akan ada pihak keempat diakhir).

Bisa kita katakan bahwa Doni ini insecure terhadap Agus yang ternyata menjadi role model dan bahan motivasinya alih-alih menjadi toxic buat dirinya.

Sedangkan Bimo ternyata memilih mindset tidak overthinking terhadap keduanya. Ia lebih memilih fokus dengan kemampuannya.

Kesimpulannya, kita harus bisa memilah sikap terhadap suatu keadaan. Kita kadang harus cuek pada kondisi tertentu, harus iri pada kondisi tertentu, dan harus insecure juga pada kondisi tertentu.

Dengan demikian, boleh saja buat kita untuk merefleksikan dan membandingkan diri jika itu tidak banyak menguras keresahan kamu dan justru makin menguatkan kamu.

Karena mungkin jika tidak ada Agus, kualitas hidup Doni hanyalah nothing, dan dia tidak akan kemana-mana. Dari Agus, Ia telah melihat "standar figur" ideal versi dirinya dan itu positif. Jadi kadang iri juga baik lho sebagai motivasi (bukan sebagai bahan nyinyiran).

Tapi Bimo, dengan atau tanpa Agus Ia tetap merasa nyaman dan tenteram hidupnya. Ia tipikal berpegang teguh dengan kualitas dirinya hingga mengabaikan capaian teman-temannya, dan itu pun positif (not toxic).

Memang ada beberapa orang yang membutuhkan figur sebagai tolok ukur untuk maju (Doni), namun ada juga yang tidak memerlukan seorang figur untuk meraih sesuatu (Bimo). Sesuaikan dengan apa yang kita merasa cocok untuk itu.

Jadi menurut saya, entah jadi seperti Bimo atau Doni maka keduanya bagus, karena berangkat dari mindset masing-masing, ternyata mereka mampu menempatkan diri sebagai pihak yang selalu termotivasi, mengembangkan diri, dan ingin berlari.

Sekalipun Doni gagal atau belum berhasil mencapai "level" Agus, setidaknya aroma persaingan diantara mereka tetap tumbuh dan ada, yang membuat kualitas hidup pun selalu produktif dan efektif. Dan Bimo tetaplah menjadi adanya Bimo.

Ya daripada kita cuma bucin tanpa henti, lalu posting quote 7 kali sehari di Twitter & FB, yang sebenarnya hanya menghibur diri, dan akhirnya produktivitas hanya ilusi.

But yang terpenting adalah kita jangan seperti Olif (pihak keempat) yang hanya insecure dan overthinking all his life hingga Ia selalu merasa minder dan perlahan menjauhi circlenya sendiri dengan Agus, Doni, dan bimo yang menurutnya terlalu high.

Pastinya Ia tidak akan nyaman dan aman dengan dirinya dan cenderung hanya diam ditempat. Saya cukup yakin kita semua tidak berharap seperti itu.

Kita tahu ajang reunian itu ibarat dua mata pisau, terkadang menyenangkan bagi beberapa orang, di lain pihak bisa menyakitkan bagi beberapa orang.

Exactly.. pihak tersakiti disini adalah Olif yang selalu insecure everyday saat menghabiskan masa-masa sebelumnya.

So, you got the point now 💪👍. begitulah cara mengelola kosakata yang seharusnya.


Posting Komentar untuk "Mengelola Kosakata yang Seharusnya"